3. Sejarah Berdirinya

Berdirinya MI Ma'arif Gintungreja berawal dari niat mulia seorang alumni santri Pondok Cikawung bernama Romli, sekarang ini beliau masih hidup dan biasanya masyarakat sekitar memanggilnya Mbah Romli. Mbah Romli masih tercatat sebagai staf pengajar dan masih aktif mengajar di MI ini.

Mbah Romli bukan asli penduduk Gintungreja, melainkan beliau penduduk pendatang yang berasal dari desa Ciklapa Sidareja. Beliau menetap di Gintungreja sekitar tahun 1973. Pada saat itu usia beliau sekitar 35 tahun. Pendidikan dasarnya ditempuh di MI Sidareja tahun 1953 lulus. Kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Cikawung dibawah asuhan Pak Kyai Talkis.

Setelah dua tahun tinggal di Gintungreja, niat awal beliau pindah ke daerah trukahan (lahan baru pemukiman) untuk mensiarkan agama Islam diwujudkan dengan mendirikan sekolah bercirikan Islam di tahun yang sama yaitu tahun 1975.

Kegiatan belajar bertempat di rumah Mbah Romli, jumlah siswa pertama sekitar 35 siswa terdiri dari 14 siswa perempuan dan 21 siswa laki-laki. Sekolah ini diberi nama oleh Mbah Romli MI Islamiyah dan tercatat diakui sebagai yayasan pendidikan pengajian tertulis oleh pemerintah desa gintungreja. Pada saat itu hanya Mbah Romli yang menjadi pengajar.

Setelah berjalan beberapa tahun, pemerintah kabupaten cilacap mengubah MI Islamiyah menjadi pendidikan formal dan diganti nama MI Darwata Cisumur 4 tepatnya di tahun 1979. Dengan susunan pengurus Mbah Romli sebagai ketua sekaligus sebagai Kepala Sekolah, Pak Sirod sebagai sekretaris, Pak Mahmudin sebagai bendahara, dan Pak Mandikrama sebagai TU. Jumlah siswa bertambah menjadi 60 anak, maka kegiatan belajar pindah tempat ke rumah Pak Kasirun. Jumlah guru menjadi tiga orang, yaitu Lukmanudin, Nurudin dan Mbah Romli.

Semakin berkembang MI ini, ada seseorang dermawan yang mewakafkan tanahnya seluas 1.540 m². Pada saat itu masih berbentuk sawah. Sekarang menjadi letak MI Ma'arif Gintungreja. Kemudian mi ini mendapat bantuan rehab ringan pada tahun 1980, jatah dari pemerintah hanya satu lokal tetapi oleh pengurus dijadikan 2 lokal dengan tambahan swadaya masyarakat. Pada tahun 1984 mendapat rehab lagi satu lokal dan jumlah murid bertambah menjadi 75 anak, jumlah guru bertambah 2 orang-orang, yaitu Pak Rasikun, dan Pak Jemingin.

Sistem keuangan pada saat itu tidak terstruktur, murid tidak dipungut biaya apa pun, guru tidak di honor, para pejuang ini benar-benar hanya berniat berjuang di jalan Allah dengan ikhlas. Untuk operasional hanya bersumber dari donatur masyarakat sekitar yang peduli terhadap kegiatan MI ini. Itu pun hanya cukup untuk membeli kapur.